JEMAAT BLESSING FAMILY CENTRE MINISTRY

Gembala Sidang : Pdt. Jusak Santoso JADWAL IBADAH RAYA : New Grand Park Hotel Jl. Samudra 3 - 5 Surabaya. Minggu Ibadah Raya I ~ Pk. 06.00 WIB (Disertai Penyerahan anak) Ibadah Raya Anak I (Sekolah Minggu I) ; Minggu Ibadah Raya II ~ Pk. 08.30 WIB (Disertai Penyerahan anak) Ibadah Raya Anak II (Sekolah Minggu II) ; Minggu Ibadah Raya III ~ Pk. 17.00 WIB Di Ruko Pengampon Square F-28 Jl. Semut Baru Surabaya. Minggu ketiga, Ibadah Raya I,II & III Setiap bulannya disertai dengan Sakramen Perjamuan Kudus. JADWAL KEBAKTIAN : Di Ruko Pengampon Square Blok F-28 Jalan Semut Baru Surabaya. Senin Pk. 18.30 WIB Pendalaman Alkitab. Selasa Pk. 10.00 WIB Kebaktian Kaum Wanita. Pk. 18.00 WIB Kebaktian Cabang (Jln. Tegalsari No. 62 Surabaya). Rabu Pk. 10.00 WIB Doa & Puasa. Pk. 18.30 WIB Doa Malam. Jum'at Pk. 18.00 WIB Youth Community. Pk. 22.00-04.00 WIB Doa Semalam Suntuk. Senin s/d Sabtu Pk. 04.30-05.30 WIB Doa Pagi . "Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!" (Yesaya 55:6)

RAHASIA HIDUP DALAM BERKAT TUHAN

RAHASIA HIDUP DALAM BERKAT TUHAN : 1. Berilah Hati untuk Tuhan 2. Berilah Pikiran untuk Tuhan 3. Berilah Waktu untuk Tuhan Maka akan terjadi Percaya DAPAT Pasti DAPAT (Markus 11:24) BANYAK BERDOA banyak BERKAT, SEDIKIT BERDOA berarti sedikit BERKAT, TIDAK BERDOA dipastikan tidak ada BERKAT

Selasa, 23 Februari 2010

Berikan Pipi Yang Lain

Ucapan Yesus Yang Sulit, 15 :

Matius 5:39
LAI TB Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.
KJV, But I say unto you, That ye resist not evil: but whosoever shall smite thee on thy right cheek, turn to him the other also.
TR, εγω δε λεγω υμιν μη αντιστηναι τω πονηρω αλλ οστις σε ραπισει επι την δεξιαν σου σιαγονα στρεψον αυτω και την αλλην
Translit interlinear, egô {Aku} de {tetapi} legô {berkata} humin {kepada kalian} mê {jangan} antistênai {melawan} tô {(orang) yang} ponêrô {jahat} all {melainkan} hostis {siapa yang} se {engkau} rapisei {(ia akan menampar)} epi {pada} tên {yang} dexian {kanan} sou {(-mu)} siagona {pipi} strepson {palingkanlah} autô {kepadanya} kai {dan} tên {yang} allên {[pipi] lain}


Ini merupakan perkataan keras dalam arti bahwa perkataan ini menetapkan sebuat tindakan yang tidak lazim bagi kita. Serangan yang tiba-tiba segera menyulut kemarahan dan pembalasan.
Jika kita mau melihat Matius 5:39 ini dengan sangat harfiah, maka serangan itu sungguh jahat, sebab jika si penampar menggunakan tangan kanannya, maka ia akan menampar pipi kanan orang itu dengan bagian belakang telapak kanannya (punggung tangannya).
Menurut hukum rabinis Yahudi, menampar orang dengan memakai bagian punggung tangan mengandung arti penghinaan dua kali lipat ketimbang kalau menampar dengan telapak tangan saja.

Ini merupakan suatu ilustrasi/ contoh yang dipakai Tuhan yesus untuk menunjukkan bahwa cara hidup Kerajaan Allah lebih banyak tuntutannya daripada apa yang dikatakan dalam Hukum Taurat.


* Matius 5:38-39
5:38 Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.
5:39 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.


Hukum Lex Talionis (mata ganti mata, gigi ganti gigi) memang dipaparkan dalam undang-undang hukum Israel yang paling awal (Keluaran 21:24). Dan pada saat pertama kali dicanangkan, hal itu merupakan sebuah langkah yang maju besar, karena itu mengetengahkan batasan yang ketat dalam pembalasan dendanm seseorang.
Hukum ini menggantikan sebuah sistem yang lebih tua mengenai keadilan. Menurut sistem itu, jikalau seorang anggota dari suku X melukai seorang anggota dari suku Y, maka suku Y wajib membalas seorang anggota suku X.
Ini dengan cepat mengakibatkan penumpahan darah diantara kedua suku berakhir dengan penderitaan yang jauh lebih besar daripada luka yang mula-mula. Tetapi dalam undang-undang hukum Israel terjalin sebuah prinsip tentang pembalasan yang akurat : satu mata, tidak lebih, ganti satu mata; satu nyawa, dan tidak lebih, ganti satu nyawa.
Jika kehormatan yang terluka, dibalaskan dengan ganti rugi yang begitu tepat dan sebanding, maka hidup tidak lagi penuh bahaya. Penerimaan prinsip ini mempermudah diterimanya ganti-rugi, berupa uang yang dalam banyak kasus merupakan pengganti yang memadai bagi penderitaan yang dialami oleh orang yang dirugikan karena dilukai.

Tetapi sekarang Tuhan Yesus membuat langkah yang lebih lanjut "jangan membalas sama sekali". Tindakan "menampar pipi" itu berbeda dengan "tindakan pemukulan biasa" dengan jotos atau dengan alat. Tindakan menampar adalah tindakan yang bersifat "menghina", malahan Yesus memberikan contoh "tampar pipi kanan" yang menunjukkan bahwa pemamparan itu dilakukan dengan punggung tangan. Dan ini tindakan yang sungguh melecehkan. Ungkapan tentang "memberikan pipi" juga kita temukan di dalam Perjanjian Lama:


* Ratapan 3:30
LAI TB, Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan.
KJV, He giveth his cheek to him that smiteth him: he is filled full with reproach.
Hebrew,
יִתֵּן לְמַכֵּהוּ לֶחִי יִשְׂבַּע בְּחֶרְפָּה׃ ס
Translit, YITEN LEMAKEHU LEKHI YISBA' BEKHERPÂH


Di sini kita temukan 'paralelisme' Ibrani bahwa memberikan pipi kepada yang menampar ibarat penuh dan kenyang dengan cercaan.
Dan Tuhan Yesus berkata "siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu". Jadi, melalui ilustrasi ini, yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus ialah, meskipun ada orang yang dengan sengaja menghina kita dengan hinaan yang paling berat dan menyakitkan, kita sama sekali tidak boleh membalas atau mendendam. Makna yang terkandung di dalam perkataan ini jauh lebih mendalam ketimbang tindakan yang nampak secara kasat mata mempermalukan seseorang.

Matius 5:39 adalah ilustrasi, namun jikalau ada seorang Kristen mengamalkan ayat ini secara harfiah, dimana ketika ia ditampar pipi kanan terus memberikan pipi yang sebelah lagi. Maka, ybs. adalah bodoh dan tidak memahami ajaran Yesus Kristus yang sebenarnya. Yesus Kristus sendiri tidak berbuat demikian tatkala ditampar, kita kaji ayat ini :


* Yohanes 18:22-23
18:22 Ketika Ia mengatakan hal itu, seorang penjaga yang berdiri di situ, menampar muka-Nya sambil berkata: "Begitukah jawab-Mu kepada Imam Besar?"
18:23 Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?"


Yesus Kristus pun sering menggunakan paralelisme, ungkapan kedua merupakan penjelasan dari ungkapan yang pertama seperti yang kita temukan dalam Matius 5:39. Masih dalam fasal yang sama, hanya berbeda 10 ayat sebelumnya kita temukan ungkapan ini:


* Matius 5:29
LAI TB, Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.
KJV, And if thy right eye offend thee, pluck it out, and cast it from thee: for it is profitable for thee that one of thy members should perish, and not that thy whole body should be cast into hell.
TR, ει δε ο οφθαλμος σου ο δεξιος σκανδαλιζει σε εξελε αυτον και βαλε απο σου συμφερει γαρ σοι ινα αποληται εν των μελων σου και μη ολον το σωμα σου βληθη εις γεενναν
Translit, ei de ho ophthalmos sou ho dexios skandalizei se exele auton kai bale apo sou sumpherei gar soi ina apolêtai en tôn melôn sou kai mê olon to sôma sou blêthê eis geennan


Lantas, jika seseorang (Kristen) merasa bahwa matanya menyesatkannya, apakah ia harus mencungkil matanya tadi?
Jika demikian halnya -- seluruh perkataan Yesus Kristus diartikan secara harfiah – niscaya banyak orang (Kristen) yang bakal buta, buntung baik kaki maupun tangannya.


Dalam Matius 5:39 itu, Yesus Kristus mengajar agar kita tidak mendendam atau berusaha melakukan pembalasan. Mungkin anda tidak pernah ditampar seseorang (kalau pun ada) mungkin tidaklah sering. Tetapi mungkin diantara kita ada yang sering menghadapi hinaan, baik besar atau kecil. Dalam hal seperti itu Yesus mengatakan, bahwa murid yang sejati tidak akan mendendam atau membalas penghinaan apapun yang diterimanya. Yesus sendiri pernah dihina sebagai orang yang rakus dan pemabuk. Ia pernah disebut sebagai sahabat pemungut cukai dan pelacur. Ia dipersamakan dengan mereka itu. Orang-orang Kristen purba pun pernah disebut sebagai peminum darah, penghasut (istilah sekarang provokator), tak bermoral, jorok, dan tak tahu malu, karena mereka melakukan Pesta Kasih di dalam ibadah-ibadah mereka.

Jangankan di dalam masyarakat, di dalam gereja pun diantara orang-orang Kristen sendiri, sering terjadi hina-menghina seperti itu, baik secara langsung maupun tidak. Ada anggota gereja yang menghina anggota lain karena iri hati, merasa tersingkirkan, kalah, dan sebagainya. Dan ada pula anggota gereja yang merasa dihina, karena merasa tidak diberi tempat atau kesempatan untuk ikut serta dalam hal-hal yang dianggapnya penting. Yah, ada juga orang Kristen yang lupa makna penghinaan itu. Sebagai murid Tuhan Yesus Kristus seyogianya kita harus selalu belajar dari Guru kita untuk menerima penghinaan apa saja serta untuk tidak mendendam atau berusaha melakukan pembalasan.

Bagi murid-muridNya, Yesus menyempurnakan hukum lama yang berisi pembalasan dendam. Sebagai gantinya Ia memperkenalkan Bukum Baru dengan semangat yang baru, di mana tidak berlaku dendam atau pembalasan. Ia memberikan beberapa contoh semangat Kristiani seperti yang berlaku di dalam kenyataan hidup. Jika contoh-contoh itu dipahami secara bebas sembarangan, maka pasti tidak akan dapat menangkap makna yang sebenarnya. Oleh karena itu dirasakan perlu untuk memahami secara benar perkataan Yesus itu. "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu."
(Matius 5:39, Lukas 6:29)


Kalau dicium pipi kanan, berikan juga PIPI kirimu, pasti banyak yang mau deh. Tetapi ini, kalau ditampar pipi kanan, harus berikan pipi kiri lho. Coba siapa mau? Lagian yang sering terjadi, sudah ditampar pipi kanan, belum diberi pun pipi kiri juga sudah ditampar. Karena itu perkataan Yesus itu jangan diartikan secara harfiah.

Menampar pipi kanan orang lain lebih gampang dilakukan dengan sebelah luar telapak tangan kanan. Bagi orang Timur Tengah kuno dan para rabiYahudi, menampar dengan sebelah luar telapak tangan dimengerti sebagai penghinaan berat. Penghinaan itu dua kali lipat dibanding tamparan dengan bagian dalam telapak tangan. Jadi, tamparan itu tidak dipandang sebagai kekerasan, tetapi lebih sebagai tanda penghinaan. Namun dengan perintah seperti itu, apa yang Yesus maksudkan?


Melihat Konteks Matius 5:38-42, Lukas 6:29-31


* Matius 5:38-42
5:38 Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.
5:39 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.
5:40 Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.
5:41 Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil.
5:42 Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.

* Lukas 6:29-31
6:29 Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu.
6:30 Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.
6:31 Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.


Yesus mengutip hukum kuno bangsa Israel tentang.balas dendam: "Mata ganti mata dan gigi ganti gigi". Hukum itu tercatat dalam Perjanjian Lama: "Jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak" (Keluaran 21 :23-25); "Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya: patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya" (Imamat 24:19-20); "Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki" (Ulangan 19: 21 ).

Hukum itu sering dimengerti keliru dan dinilai sebagai yang tidak berperikemanusiaan. Namun dalam konteks aslinya, hukum itu ditetapkan justru untuk mencegah agar orang tidak main hakim sendiri dan tidak terjadi penumpahan darah karena balas dendam semaunya sendiri. Hukum itu membatasi balas dendam hanya pada hukuman yang setimpal, tidak boleh lebih dari yang dilakukannya, mata ganti mata atau gigi ganti gigi, dan bukan mata ganti nyawa. Hukum itupun tidak diserahan kepada setiap pribadi untuk menentukan sendiri pembalasannya, tetapi sebagai pedoman bagi para hakim di pengadilan dalam menilai dan menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan (bandingkan Ulangan 19:18).

Peraturan Yahudi Baba Kamma bahkan tidak memberlakukan secara harfiah, tetapi memberi cara penilaian baru terhadap hukum balas dendam itu. "Kalau ada orang mencelakakan orang lain, maka ia harus bertanggung jawab atas lima hal, yaitu luka, rasa sakit, penyembuhan, waktu yang hilang dan kehormatan si penderita. Tentang luka, si penderita harus dihargai seperti seorang hamba yang mau dijual. Harga sebelum dan sesudah terluka ditentukan dan selisih harga harus dibayar si pelaku kejahatan. Tentang rasa sakit, ditentukan jumlah uang yang patut diterima oleh orang yang mengalami luka yang sama dan harus dibayar oleh si pelaku kejahatan. Tentang penyembuhan, semua biaya pengobatan dan perawatan yang diperlukan sampai si penderita benar-benar sembuh harus dibayar oleh si pelaku kejahatan. Tentang waktu yang hilang, jumlah upah yang seharusnya diterima si penderita kalau tidak terluka dan kompensasi perbedaan upah sebelum dan sesudah si penderita terluka harus dibayar oleh si pelaku kejahatan. Tentang kehormatan atau harga diri, kerugian karena rasa malu dan hina si penderita akibat luka yang dideritanya harus dibayar oleh si pelaku kejahatan."

Baba Kamma sangat maju dalam mengatur ganti rugi yang diakibatkan oleh tindak kejahatan. Namun etika masyarakat seperti itu tetap didasarkan pada hukum balas dendam. Memang hukum itu dimaksudkan untuk mencegah pembalasan yang tidak setimpal, sebagai pedoman para hakim agar orang tidak main hakim sendiri, dan tidak diberlakukan secara harfiah, tetapi Yesus menolak pendasaran hukum seperti itu. Sebab meski pembalasan dapat dikontrol, tetapi balas dendam sama sekali tidak mempunyai tempat dalam etika Kristen. Karena itu Yesus memperkenalkan hukum baru yang tidak didasarkan pada balas dendam, tetapi pada semangat Kristiani.

Yesus mengatakan: "Janganlah engkau melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu" (Matius 5:39, Lukas 6:29). Menampar pipi kanan orang lain lebih gampang dilakukan dengan sebelah luar telapak tangan kanan. Tamparan dengan sebelah luar telapak tangan dimengerti sebagai penghinaan berat. Penghinaan itu dua kali lipat dibanding tamparan dengan bagian dalam telapak tangan. Jadi, tamparan itu tidak dipandang sebagai kekerasan, tetapi lebih sebagai tanda penghinaan. Maka perkataan Yesus itu harus dimengerti sebagai ajakan untuk tidak balas dendam. Meski secara sengaja orang menghina dengan hinaan yang paling kasar dan menyakitkan, kita tidak boleh mendendam dan membalas. Ajakan itu pun bukan berarti bahwa kejahatan boleh dibiarkan dan kebenaran tidak usah diperjuangkan, tetapi Yesus mau agar kita berpegang pada strategi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.

Yesus mengingatkan kita akan hukum Perjanjian Lama: "Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan" (Ratapan 3: 30); "Janganlah berkata: Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia" (Amsal 24:29); "Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Imamat 19: 18); "Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. Karena engkau akan menimbun bara api di atas kepalanya, dan TUHAN akan membalas itu kepadamu" (Amsal 25:21-22).

Paulus menggemakan hukum itu dalam suratnya: "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalah¬kanlah kejahatan dengan kebaikan!" (Roma 12:19-21).

Selanjutnya Yesus mengatakan: "Kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu" (Matius 5:40, Lukas 6:29). Mengadukan karena mengingini baju artinya meminta bantuan hakim untuk memperkarakan secara hukum dan untuk mendapatkan baju. Sebab menurut hukum agama Yahudi, baju panas seseorang tidak boleh diambil biarpun untuk semalam saja: "Jika engkau sampai mengambil jubah temanmu sebagai gadai, maka haruslah engkau mengembalikannya kepadanya sebelum matahari terbenam, sebab hanya itu saja penutup tubuhnya, itulah pembalut kulitnya - pakai apakah ia pergi tidur?" (Keluaran 22:26727).

Setiap orang Yahudi memiliki baju, bahkan yang termiskin pun masih memiliki baju ganti. Dalam perkara pengadilan, baju dapat dijadikan sebagai barang tanggungan, sedangkan jubah tidak. Kebanyakan orang Yahudi hanya memiliki satu jubah
dan tidak punya gantinya. Jubah adalah semacam baju panas panjang hingga kaki yang berperan ganda. Karena cuaca daerah Palestina panas terik di siang hari
dan dingin di malam hari, jubah menjadi pakaian luar penghalang sengatan panas matahari sekaligus selimut penghangat tubuh dari dinginnya hawa malam.

Dengan perkataan itu berarti Yesus mau mengajak agar orang Kristen tidak menuntut hak-hak hukumnya, bahkan menganggap diri tidak mempunyai hak atas hukum itu, dan lebih mengutamakan kewajiban dan tanggung jawabnya.

Kemudian Yesus berkata lagi: "Siapa pun yang memaksa enqkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil" (Matius 5:41). Mengapa? Pemerintah Persia kuno mempunyai jaringan pengiriman surat dengan pos-pos yang jarak tempuhnya satu hari perjalanan. Di setiap pos tersedia makanan dan minuman bagi para pengantar surat serta rumput untuk kuda-kuda mereka. Kuda-kuda baru juga disiapkan untuk mengganti kuda-kuda yang sudah lemah, sehingga perjalanan dapat dilanjutkan ke pos berikutnya. Tetapi kalau kuda baru dan makanan-minuman tidak ada lagi, maka penduduk setempat dapat dipaksa untuk memberi makanan-minuman dani atau kudanya, bahkan dirinya dapat dipaksa untuk menghantar surat itu sejauh satu hari perjalanan. Kata Yunani untuk paksaan itu adalah aggareuin. Kata itu seterusnya dipakai untuk setiap bentuk paksaan yang dilakukan oleh para penguasa terhadap penduduk jajahan. Karena itu penduduk jajahan memang bisa dipaksa untuk menyediakan makanan-minuman, penginapan dan membawa barang-barang bawaan para penguasa itu.

Saat itu Palestina sedang dijajah dan dikuasai oleh kekaisaran Roma. Karena itu para serdadu
Romawi berhak memaksa orang-orang Yahudi untuk memikul barang-barang bawaan mereka sejauh kurang lebih 1.500 m. Jadi, dengan perkataan-Ny~ itu Yesus mau mengajak, bila kita dipaksa menemani dan membawa barang-barang penguasa sejauh 1500 m, maka kita harus berjalan bersamanya bukan hanya 1.500 m dengan hati jengkel dan dendam, tetapi
berjalan 3.000 m dengan hati sukacita. Artinya, kita jangan hanya memikirkan diri sendiri dan melakukan yang kita sukai, tetapi pikirkan dan utamaka~ tugas dan kewajiban untuk membantu dan melayani orang lain. Meski tugas itu tidak menyenangkan, kita jangan menjalankannya dengan maksud jahat dan rasa dendam, tetapi mengerjakannya dengan senang hati sebagai wujud pelayanan.

Akhirnya Yesus mengatakan: "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu" (Matius 5:42, Lukas 6:30). Penginjil Lukas menambahkan "dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu".Yesus mengajak agar kita memberi dan tidak menolak orang yang meminta atau meminjam, bahkan mengambil milik kita. Berhadapan dengan para peminta, peminjam atau pengambil milik itu kita harus bersikap memberi saja tanpa memikirkan latar belakang ataupun alasan orang-orang itu. Sebab dengan sikap seperti itu kita telah dapat menyangkal dan mengalahkan diri dari kecenderungan kita yang bersikap sebaliknya. Sikap murah hati dan rela berbagi milik itu harus kita tunjukkan kepada semua orang, termasuk kepada musuh kita.

Agama Yahudi telah mengatur pemberian dengan sukarela itu: "Jika sekiranya ada di antaramu seorang miskin, salah seorang saudaramu di dalam salah satu tempatmu, di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau menegarkan hati ataupun menggenggam tangan terhadap saudaramu yang miskin itu, tetapi engkau harus membuka tangan lebar-lebar baginya dan memberi pinjaman kepadanya dengan limpahnya, cukup untuk keperluannya, seberapa ia perlukan. Hati-hatilah, supaya jangan timbul di dalam hatimu pikiran dursila, demikian: Sudah dekat tahun ketujuh, tahun penghapusan hutang, dan engkau menjadi kesal terhadap saudaramu yang miskin itu dan engkau tidak memberikan apa-apa kepadanya, maka ia berseru kepada TUHAN tentang engkau, dan hal itu menjadi dosa bagimu. Engkau harus memberi kepadanya dengan limpahnya dan janganlah hatimu berdukacita, apabila engkau memberi kepadanya, sebab oleh karena hal itulah TUHAN, Allahmu, akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala usahamu. Sebab orangorang miskin tidak hentinya akan ada di dalam negeri itu; itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu, yang tertindas dan yang miskin di negerimu" (ulangan 15:7-11).

Tahun ketujuh adalahTahun Sabat, di mana semua hutangcpiutang dengan sendirinya harus dihapuskan: "Pada akhir tujuh tahun engkau harus mengadakan penghapusan hutang. Inilah caranya penghapusan itu: setiap orang yang berpiutang harus menghapuskan apa yang dipinjamkannya kepada sesamanya; janganlah ia menagih dari sesamanya atau saudaranya, karena telah dimaklumkan penghapusan hutang demi TUHAN. Dari orang asing boleh kautagih, tetapi piutangmu kepada saudaramu haruslah kauhapuskan" (Ulangan 15: 1- 3). Orang yang tamak pasti akan menolak memberi pinjaman bila tahun ketujuh sudah dekat, sebab hutang itu akan segera dihapuskan dan ia kehilangan piutangnya. Dengan demikian orang diajak membuka tangan lebar-lebar untuk berbelas kasih kapan pun waktunya, bukan saja karena norma Tahun Sabat akan memaksanya, tetapi karena Tuhan akan memberkatinya. Belas kasih itu mutlak bagi sesama dan saudaranya.

Injil Lukas ditutup dengan perkataan Yesus: "Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka" (Lukas 6:31). Hillel, seorang rabi besar Yahudi mengatakan:
"Apa yang kamu benci, janganlah lakukan itu kepada orang lain. Itulah keseluruhan hukum Taurat dan selebihnya adalah penjelasannya. Philo dari Aleksandria berkata: "Apa yang tidak ingin engkau derita, janganlah lakukan kepada orang lain". Aliran Stoa pun berprinsip: "Apa yang tidak kamu kehendaki dilakukan orang kepadamu, janganlah lakukan Itu kepada orang lain". Confucius juga bilang: "Apa yang tidak kamu kehendaki orang lain lakukan kepadamu, janganlah lakukan hal itu kepada orang lain".

Ajakan para tokoh itu berupa nasihat dalam bentuk negatif. Kita tahu bahwa tidak terlalu sulit untuk tidak melakukan sesuatu yang orang lain tidak ingin lakukan kepada kita. Tetapi akan lebih sulit kalau inisiatif untuk melakukan sesuatu itu datang dari diri kita. Yesus mengajarkan nasihat-nasihat dalam bentuk yang positif itu. Ia ingin agar kita bukan saja harus berhenti dari segala hal yang jahat, tetapi juga harus aktif melakukan segala sesuatu yang baik.



Mencari dan Menjimpit Pesan


Perkataan tentang "barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga pipimu yang lain", tidak boleh dimengerti secara harfiah. Yesus pun tidak mempraktekkan secara harfiah kata-kata-Nya itu. Ingat, pada waktu Yesus dihadapkan dan ditanyai Imam Besar, Ia ditampar oleh seorang penjaga dan Ia hanya menjawab: "Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapa engkau menampar Aku?" (Yohanes 18:23).

Perkataan Yesus tentang tampar pipi yang satu berikan pipi yang lain itu harus ditempatkan dalam konteks pengajaran untuk tidak balas dendam. Meski dengan sengaja orang menghina sangat kasar dan menyakitkan, kita tidak boleh mendendam dan membalas. Tetapi itu bukan berarti bahwa kejahatan boleh dibiarkan saja dan kebenaran tak usah diperjuangkan. Yesus mengajak agar kita memakai strategi "kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan". Strategi itu untuk menolong agar orang sampai pada pertobatan. Sebab kemauan bertobat orang itu tidak akan muncul kalau kejahatannya dibalas dengan kejahatan juga.

Disalin dari :
Surip Stanislaus, OFMCap. Kata-kata Pedas , Lembaga Biblika Indonesia, p 37-49
www.sarapanpagi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar